Latest Article Get our latest posts by subscribing this site

Nama Bayi Perempuan Islami dan Artinya

Nama Bayi Perempuan Islami, Arti nama, Nama Bayi Perempuan, Nama bayi, Nama anak perempuan, adalah sesuatu yang harus kita pikirkan dan siapkan disaat kita akan mempunyai seorang bayi, mengapa saya mengatakan demikian? Karena seperti kita ketahui bersama, bahwa nama merupakan sebuah do’a. Jadi, sudah sepantasnya kita memberikan nama yang mengandung makna atau arti yang baik kepada anak kita.

Nama Bayi Perempuan Islami, Arti nama, Nama Bayi Perempuan, Nama bayi, Nama anak perempuan

Bagi sobat blogger yang mungkin pada saat ini sedang kebingungan untuk mecari Nama Bayi Perempuan Islami, nah pada kesempatan kali ini saya mau berbagi nih beberapa daftar Nama Bayi Perempuan berikut dengan artinya. Insya Allah daftar Nama Bayi Perempuan di bawah mempunyai arti atau makna yang baik.

Untuk selengkapnya yuk dibaca aja deh daftar nama bayi perempuannya di bawah ini;
1. AFIFA FITIYA artinya adalah perempuan yang memiliki harga diri dan suci.
2. AFRA NAILA ARKARNA artinya adalah perempuan anugerah malam ke-13 bulan purnama.
3. AINA TALITA ZAHRAN artinya adalah mata perempuan yang berkilau.
4. AINIYA FAIDA AZMI artinya adalah perempuan yang tegar hatinya dan bermanfaat bagi orang bagai rindang pohon yang semi
5. AISHA FARHANA artinya adalah perempuan yang selalu hidup dengan gembira.
6. AKIFA NAILA artinya adalah perempuan yang rajin beriktikaf di masjid dan senang memberi
7. BADRIYYA SHALIHA nama tersebut artinya ialah seorang perempuan yang cantik, serta ia sangat shalihah
8. BAHIYYA ATIQA FAIHA artinya adalah perempan yang cantik memiliki banyak kelebihan dan keindahan yang sempurna
9. BARIA KAMILIA artinya adalah perempuan yang selalu unggul seperti pohon yang hijau
10. BASIMA SHALIHA artinya adalah senyuman perempuan shalihah
11. BASIMA WARDATUL ZHAHIRA artinya adalah perempuan yang senyumnya seperti mawar yang bercahaya
12. BASYASYA AFIFA artinya adalah perempuan yang memiliki wajah berseri seperti setelah bersuci
13. DALIYA ZAHRA KHASIEB artinya adalah perempuan bagai bunga anggur yang subur
14. DARY ARRIFDA artinya adalah perempuan pemberi pertolongan dengan lemah lembut
15. DIANA SYAUQIA artinya adalah perempuan bagai agama yang selalu dirindukan
16. DURRRIYA NAILA TALITA artinya adalah perempuan yang senang memberi bagai mutiara
17. DZAKIYYA TALITA SAKHI artinya adalah perempuan yang murah hati dan pandai
18. FAIHA NADA ZALFA artinya adalah perempuan bak embun di kulit mutiara
19. FAJRA NADA NADIFA artinya adalah permpuan bagai embun
20. FAKHIRA SALWA NABILA artinya adalah perempuan seperti butung puyuh yang bagus dan cerdik
21. HAFIZA KHAIRA LUBNA artinya adalah perempuan yang terpelihara kebaikan, kecerdasan, dan kesuciannya
22. HAIFA AISH FAIHA artinya adalah perempuan indah yang memiliki banyak kelebihan
23. HAMDA SAKHIA artinya adalah perempuan yang murah hati dan pandai bersyukur
24. HANA AISH SALMA artinya adalah perempuan yang selalu dalam keselamatan dan kebahagiaan
25. HANA KHAIRUNNISA artimnya adalah perempuan yang selalu dalam kebahagiaan
26. HANIA SYAKIRA artinya adalah doa ucapan rasa syukur dan selamat
27. HANIFA RASYIDA artinya adalah peremouan yang tegar dan selalu teguh
28. HASNA NABILA artinya adalah perempuan yang cerdik dan juga cantik
29. IFFA ASTILA RAHMA artinya adalah perempuan dengan keturunan baik, rasa hormat tinggi, dan kasih sayang sesama makhluk
30. IFTINA ASSYABIYA RAFIFA artinya adalah perempuan yang mengagumkan dalam akhlaknya
31. ILMI SUHAIMA artinya adalah perempuan yang memeiliku ilmu keberuntungan
32. INAYA AZMI ATHIFA artinya adalah perempuan yang memeiliki perasaan lebih dan keteguhan hati
33. INAYA RAFA artinya adalah perempuan yang memiliki perlindungan kuat
34. JANNATU SAUQIY artinya adalah peempuan seperti surga yang selalu dirindukan
35. JAUHARA ZAHRANI artinya adalah perempuan yang bagai permata
36. JAUZA JAHIRA artinya adalah perempuan bagai buah kenari yang berkilau
37. JIHAN TALITA ULFA artinya adalah perempuan dengan wawasan luas
38. KARIMA HAURA ZUHDA artinya adalah perempuan kulit putih, mulia, dan rendah diri
39. KHADZIYA NISRINA artinya adalah mawar putih yang wangi baunya
40. KHAIRA TALITA RUMI artinya adalah perempuan yang baik hati seperti penyair Ibnu Rumi
41. KHAIRUNNISA SALSABILA artinya adalah perempuan baik laksana air surga
42. KHALIFA SAKHI artinya adalah perempuan dengan jiwa pemimpin dan murah hati
43. KHANSA SABIHA artinya adalah perempuan muslimah dengan wajah berseri-seri
44. LAIMUNA HAURA HASNA artinya adalah perempuan berkulit putih cantik seperti jeruk termanis
45. LATIFA QOTRUNNADA artinya adalah perempuan lembut seperti tetes embun
46. LUQYANA FARHA artinya adalah perjuampaan yang menyenangkan
47. LUTHFIA NISRINA artinya adalah perempuan lembut seperti mawar putih
48. LUTHFIA ZAHRA TALITA artinya adalah gadis yang lemah lembut dan selalu berseri
49. MAHDIYATU SYAUQIYA artinya adalah perempuan yang selalu rindu untuk mendapatkan hidayah
50. MAHIRA HASNA KAMILA artinya adalah perempuan cantik, pandai, dan sempurna
51. MARDIYATU EL-HAZIMA artinya adalah perempuan perempuan yang teliti dan selalu mendapatkah ridho Allah
52. MUAZARA ULFA artinya adalah perempuan yang selalu dapat pertolongan dari pertemanan
53. MUFIDA SALSABILA artinya adalah perempuan yang bermanfaat seperti air surga
54. NAILA MUAZARA ULFA artinya adalah peremuan berhati baik dan murah hati
55. NAJWA KHAIRA WILDA artinya adalah perempuan yang dapat bisikan dari bidadari
56. NAURA HASNA ANNIDA artinya adalah perempuan yang pesonanya sangat indah
57. NUDA BAHIRA RAMADHANI artinya adalah pelangi indah di bulan ramadhan
58. QONITA ISMAN TAQIYYA artinya adalah perempuan yang taat kepada suami dan taqwa kepada Tuhan YME
59. QOSAMA AFKAR BASHIRA artinya adalah keindahan yang didapat dari pikiran bijaksana
60. QOTRUNNADA SALSABILA artinya adalah perempuan seperti tetesan embun dari mata air surga
61. RAFIA FATINA artinya adalah perempuan anggin dan sangat menarik perhatian
62. RAFIFATU RIFDA artinya adalah perempuan yang berkahlak baik dan suka menolong
63. RAHIMA TALITA SHALIHA artinya adalah perempuan yang penuh kasih sayang
64. RAHMA SHAFIYYA artinya adalah kasih sayang kawan yang tulus
65. RAIDA FAKHIRA artinya adalah pemimpin perempuan yang sangat membanggakan
66. RASYIDATU MARWA artinya adalah perempuan yang baik budi dan menarik hati
67. RASYIDATU NAJA artinya adalahh perempuan sebagai petunjuk keselamatan
68. SAKINATU MARWA artinya adalah ketegangan ketika di bukit Marwa
69. SALIMA NAZIHA artinya adalah perempuan yang selamat dan bersih dari noda
70. SALWA ZAKIYYA artinya adalah perempuan seperti burung puyuh yang tumbuh dengan baik
71. SAYYIDA HAKAMA artinya adalah perempuan pemimpin yang bijaksana
72. SAYYIDATU HAIBA artinya adalah pemimpin yang memiliki wibawa tinggi
73. SUHAILA ILMA NAFIA artinya adalah kemudahan dalam mendapatkan imju yang manfaat
74. SUKAINA FARIHA artinya adalah perempuan yang periang dan selalu tenang
75. SYAFIYYA RAHMA artinya adalah perempuan yang bisa sebagai teman yang penuh kasih sayang
76. SYIFA SAUQIYA artinya adalah perempuan seperti obat rindu
77. TAHANY SYAKIRA artinya adalah ucapan rasa syukur dan selamat
78. TALITA HASNA HUMAIRA artinya adalah perempuan cantik dengan pipi kemerahan
79. TAMIMATU EL-QAIDA artinya adalah perempuan sebagai pemimpin yang kuat
80. TASNIM THUFAILA artinya adalah perempuan yang seperti angin semilir yang lembut dan halus
81. TSABITA SHIFWA artinya adalah perempuan bisa menjadi sahabat yang memiliki keteguhan hati
82. UFAIRA NUR AFIFA artinya adalah perempuan pemberani yang memancarkan cahaya kesucian diri
83. ULFA ALIYA FITRI artinya adalah perempuan sebagai anugerah purnama malam ke-13 untuk menerangi hati
84. ULFA KHAIRUNNISA artinya adalah perempuan yang baik terhadap orang lain
85. ULFA RAHMA HAYATI artinya adalah perempuan yang penuh rasa persahabatan, dan kasih sayang dalam kehidupan orang lain
86. UZDA JAMILA artinya adalah perempuan yang memiliki banyak kelebihan yang sangat indah
87. UZDA SHAFIYYA artinya adalah perempuan yang bisa berteman dengan tulus dan punya banyak kelebihan
88. WAFIYATU WARDA artinya adalah perempuan seperti bunga mawar sempurna
89. WARDA FATINA artinya adalah perempuan bak mawar yang mengaggumkan
90. YAFIA AZHAR artinya adalah perempuan seperti bunga-bunga yang tinggi
91. YASMINA KHAIRUNNISA artinya adalah seperti perempuan dengan wangi bunga jasmine
92. YUMNA FARIHA artinya adalah perempuan yang selalu mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan
93. YUSRIYYA KAMILA artinya adalah perempuan bagai keindahan
94. ZAHIDA QALBI NADHIFA artinya adalah perempuan rendah hati dan memiliki hati yang bersih
95. ZAHIRA FAIRUZ artinya adalah perempuan yang cahaya tubuhnya bagaikan permata
96. ZAHRA ALMAIRA RAHMAN artinya adalah perempuan seperti anak raja dengan banyak bunga kasih
97. ZAHRA AMIRA RAHMANI artinya adalah anak perempuan yang bagaikan
98. ZAHRATU NIDA artinya adalah perempuan seperti bunga yang mempesona
99. ZARA NADIA AKHYAR artinya adalah perempuan pada saat fajar menyinging dan mengawali semua kebaikan.
Mungkin pada kesempatan kali ini hanya ini daftar Nama Bayi Perempuan Islami yang dapat mimin bagikan kepada sobat blogger, semoga dapat membantu sobat yang sedang mempersiapkan nama untuk calon buah hatinya ya. Jika sobat merasa artikel ini bermanfaat silahkan LIKE & SHARE artikel ini.

Jangan lupa lhooo.. LIKE & SHARE artikelnya ya !!! sampai jumpa di artikel selanjutnya... see ya


Hukum Main Poker Online tanpa Taruhan


Pertanyaan:
Saat ini sedang rame main poker online. Ada satu situs yg sedang ngetrend nyediain layanan poker online dgn deposit, yg tntunya u/ taruhan. Mainnya sih asik, mnantang n bs menang dapet grandprice dg nambah deposit. Bgmn tanggapan islam tntang itu?
Trim’s
Dari: Doel..

Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Dari kasus yang anda sampaikan, menunjukkan bahwa praktek itu termasuk judi karena ada unsur taruhan dan unsur menang – kalah. Pemenang mendapatkan hadiah grandprice yang sejatinya diambil dari deposit yang disetorkan oleh peserta. Kita punya kaidah :
“Setiap permainan yang mana setiap peserta pasti menghadapi 2 pilihan: Utung dan buntung maka itu judi.”
Allah berfirman, menjelaskan keburukan judi,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ( ) إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Mengapa kamu tidak berhenti (dari perbuatan itu?).
Ada 7 bentuk celaan Allah terhadap judi dan khamr dalam ayat di atas:
  1. Allah menyebutnya perbuatan rijs : najis maknawi
  2. Perbuatan setan.
  3. Diperintahkan untuk dijauhi.
  4. Meninggalkan itu merupakan sebab keberuntungan.
  5. Judi merupakan alat setan untuk memunculkan kebencian dan permusuhan.
  6. Judi juga alat setan untuk menghalangi orang dari mengingat Allah dan shalat.
  7. Pertanyaan yang bersifat pengingkaran: ‘Mengapa kamu tidak berhenti?’

Main Poker tanpa Taruhan, boleh?

Pada pembahasan tentang dadu telah kita kupas bahwa bermain dadu hukum terlarang, baik dengan tahuran maupun tanpa taruhan. Artikelnya bisa anda simak di: Hukum Main Dadu
Salah satu diantara kesimpulan dalam artikel itu, bahwa para sahabat menilai permainan dadu sebagai perjuadian, meskipun tanpa taruhan.
Hal yang sama juga terjadi pada permainan kartu. Di masa silam, belum ada yang namanya kertas. Alat tulis mereka yang lunak adalah daun atau semacamnya. Mengingat keterbatasan ini, masyarakat di masa itu belum mengenal permainan kartu. Sehingga kita tidak menjumpai keterangan dari para sahabat atau tabiin tentang permainan kartu, karena masyarakat belum mengenal perjudian dengan kartu.
Karena itulah, dalam menghukumi permainan kartu, para ulama kontemporer meng-analogikannya dengan hukum permainan dadu. (Hukmu As-Syar’ fi La’bil waraq, hlm. 18).
Berikut beberapa fatwa mereka tentang permainan kartu
Pertama, Fatwa Imam Ibnu Baz
Beliau ditanya tentang hukum main catur dan main kartu. Jawaban berliau,
Tidak boleh melakukan dua permainan ini atau yang semisalnya. karena keduanya merupakan benda yang melalaikan, menghalangi orang untuk berdizkir dan mengerjakan shalat, serta menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak benar. Disamping itu bisa memicu timbulnya kebencian dan permusuhan. Ini jika permainan ini dilakukan tanpa taruhan. Dan jika dengan taruhan harta maka status haramnya lebih berat. Karena perbuatan ini termasuk judi, yang kita sepakat hukumnya terlarang.
Allahu Waliyyut Taufiq. (Fatawa islamiyah, 3/372)
Kedua, Fatwa Imam Ibnu Utsaimin
Beliau pernah memberi keterangan tentang Permainan kartu. Beliau menyatakan:
Para ulama menegaskan – diantaranya – Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah, bahwa permainan kartu hukumnya haram. Alasan pengharaman ini adalah karena permainan ini sangat melalaikan. Demikian pula telah diterbitkan Fatwa dari Lajnah Daimah di Riyadh, bahwa permainan kartu hukumnya haram. (Hukmu As-Syar’ fi La’bil waraq, hlm. 49)
Ketiga Fatwa Dr. Sholeh Al-Fauzan
Beliau ditanya tentang permainan catur atau kartu tanpa taruhan uang. Jawaban beliau,
Selayaknya seorang muslim menghindari perkara picisan dan perbuatan sia-sia. Dan dia sibukkan dirinya untuk hal yang bermanfaat dan menjaga waktunya dari hal yang tidak ada manfaatnya.
- kemudian beliau berbicara tentang catur, kemudian beliau lanjutkan – ;
Demikian pula permainan kartu, permainan semacam ini, jika dengan taruhan maka statusnya judi yang Allah gandengkan di Al-Quran dengan khamr. Allah sampaikan bahwa judi itu najis maknawi, perbuatan setan. Allah juga sebutkan bahwa judi merupakan alat setan untuk menciptakan permusuhan di kalangan manusia. Jelas itu perbuatan haram, sangat keras haramnya.
Beliau melanjutkan,
Jika permainan kartu dilakukan tabpa taruhan, hukumnya juga haram, karena permainan ini menyia-nyiakan waktu manusia, dan terkadang sampai bergadang untuk menyelesaikan permainan ini, meninggalkan shalat subuh berjamaah atau bahwa tidak shalat subuh pada waktunya. Dan terkadang harus bergabung dengan komunitas orang-orang yang tidak tahu sopan santun untuk melakukan permainan ini. kemudian di tengah-tengah permainan ada omong jorok, mencaci teman, dan semacamnya, seperti yang kita ketahui bersama.
Karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk menghindari permainan rendahan semacam ini, yang menyita banyak waktunya sia-sia. (Nur ‘Ala Ad-Darbi, Fatawa hlm. 102 – 103).
Allahu a’lam.

3 Hal yang Wajib Dihindari Ketika Terjadi Pertengkaran dalam Rumah Tangga

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertengkaran dalam rumah tangga, salah satu diantara pertanyaan yang banyak masuk melalui situs KonsultasiSyariah.com. Semoga artikel ini bisa menambah wawasan untuk menuju yang lebih baik.

Pertengkaran dalam rumah tangga, hampir pernah terjadi dalam semua keluarga. Tak terkecuali keluarga yang anggotanya orang baik sekalipun. Dulu keluarga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah radhiyallahu ‘anhuma, juga pernah mengalami semacam ini.
Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah Fatimah radhiyallahu ‘anha, dan beliau tidak melihat Ali di rumah. Spontan beliau bertanya: “Di mana anak pamanmu?” ‘Tadi ada masalah dengan saya, terus dia marah kepadaku, lalu keluar. Siang ini dia tidak tidur di sampingku.’
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat tentang keberadaan Ali. ‘Ya Rasulullah, dia di masjid, sedang tidur.’ Datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke masjid, dan ketika itu Ali sedang tidur, sementara baju atasannya jatuh di sampingnya, dan dia terkena debu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap debu itu, sambil mengatakan,
قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ
“Bangun, wahai Abu Thurab… bangun, wahai Abu Thurab…” (HR. Bukhari 441 dan Muslim 2409)
Tentu tidak ada apa-apanya ketika keluarga kita dibandingkan dengan keluarga Ali dan Fatimah radhiyallahu ‘anhuma. Meskipun demikian, pertengkaranpun kadang terjadi diantara mereka. Sebagaimana semacam ini juga terjadi di keluarga kita. Hanya saja, pertengkaran yang terjadi di keluarga yang baik sangat berbeda dengan pertengkaran yang terjadi di keluarga yang tidak baik.

Apa Bedanya?

Keluarga yang tidak baik, mereka bertengkar tanpa aturan. Satu sama lain saling menguasi dan saling mendzalimi. Setitikpun tidak ada upaya untuk mencari solusi. Yang penting aku menang, yang penting aku mendapat hakku. Tak jarang pertengkaran semacam ini sampai menui caci-maki, KDRT, atau bahkan pembunuhan.
Berbeda dengan keluarga yang baik, sekalipun mereka bertengkar, pertengkaran mereka dilakukan tanpa melanggar aturan. Sekalipun mereka saling sakit hati, mereka tetap menjaga jangan sampai mendzalimi pasangannya. Dan mereka berusaha untuk menemukan solusinya dari pertengkaran ini. Umumnya sifat semacam ini ada pada keluarga yang lemah lembut, memahami aturan syariat dalam fikih keluarga, dan sadar akan hak dan kewajiban masing-masing.

Semua Jadi Pahala

Apapun kesedihan yang sedang kita alami, perlu kita pahami bahwa itu sejatinya bagian dari ujian hidup. Sebagai orang beriman, jadikan itu kesempatan untuk mendulang pahala.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari 5641).
Pahami bahwa bisa jadi pertengkaran ini disebabkan dosa yang pernah kita lakukan. Kemudian Allah memberikan hukuman batin dalam bentuk masalah keluarga. Di saat itu, hadirkan perasaan bahwa Allah akan menggugurkan dosa-dosa anda dengan kesedian yang anda alami…lanjutkan dengan bertaubat dan memohon ampun kepada-Nya.
Umar bin Abdul Aziz mengatakan,
مَا نَزَلَ بَلَاءٌ إلَّا بِذَنْبِ وَلَا رُفِعَ إلَّا بِتَوْبَةِ
“Musibah turun disebabkan dosa dan musibah diangkat dengan sebab taubat.” (Majmu’ Fatawa, 8/163)

3 Hal Yang Harus Dihindari dalam Pertengkaran Rumah Tangga

Selanjutnya, ada 3 hal yang wajib dihindari ketika terjadi pertengakaran. Semoga dengan menghindari hal ini, pertengkaran dalam keluarga muslim tidak berujung pada masalah yang lebih parah. Secara umum, aturan ini telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hadis dari Hakim bin Muawiyah Al-Qusyairi, dari ayahnya, bahwa beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kewajiban suami kepada istrinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، أَوِ اكْتَسَبْتَ، وَلَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ، وَلَا تُقَبِّحْ، وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْت
“Kamu harus memberi makan kepadanya sesuai yang kamu makan, kamu harus memberi pakaian kepadanya sesuai kemampuanmu memberi pakaian, jangan memukul wajah, jangan kamu menjelekannya, dan jangan kamu melakukan boikot kecuali di rumah.” (HR. Ahmad 20011, Abu Daud 2142 dan dishahihkan Al-Albani).
Hadis ini merupakan nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para suami. Meskipun demikian, beberapa larangan yang disebutkan dalam hadis ini juga berlaku bagi wanita. Dari hadis mulia ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan untuk menghindari 3 hal:
Pertama, hindari KDRT
Dalam Al-Quran Allah membolehkan seorang suami untuk memukul istrinya ketika sang istri membangkang. Sebagaimana firman Allah di surat An-Nisa:
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan tidak tunduk, nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya..(QS. An-Nisa: 34)
Namun ini izin ini tidak berlaku secara mutlak. Sehingga suami bebas melampiaskan kemarahannya dengan menganiaya istrinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan batasan lain tentang izin memukul,
1. Tidak boleh di daerah kepala, sebagaimana sabda beliau, “jangan memukul wajah.” Mencakup kata wajah adalah semua kepala. Karena kepala manusia adalah hal yang paling penting. Ada banyak organ vital yang menjadi pusat indera manusia.
2. Tidak boleh menyakitkan
Batasan ini disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam khutbah beliau ketika di Arafah.
إِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ
“Jika istri kalian melakukan pelanggaran itu, maka pukullah dia dengan pukulan yang tidak menyakitkan.” (HR. Muslim 1218)
Keterangan ini juga disebutkan Al-Bukhari dalam shahihnya, ketika beliau menjelaskan firman Allah di surat An-Nisa: 34 di atas.
Atha’ bin Abi Rabah pernah bertanya kepada Ibnu Abbas,
قلت لابن عباس : ما الضرب غير المبرح ؟ قال : السواك وشبهه يضربها به
Saya pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Apa maksud pukulan yang tidak menyakititkan?’ Beliau menjawab, “Pukulan dengan kayu siwak (sikat gigi) atau semacamnya.” (HR. At-Thabari dalam tafsirnya, 8/314).
Termasuk makna pukulan yang tidak menyakitkan adalah pukulan yang tidak meninggalkan bekas, seperti memar, atau bahkan menimbulkan luka dan mengeluarkan darah. Karena sejatinya, pukulan itu tidak bertujuan untuk menyakiti, tapi pukulan itu dalam rangka mendidik istri.
Namun, meskipun ada izin untuk memukul ringan, tidak memukul tentu jauh lebih baik. Karena wanita yang lemah bukanlah lawan yang seimbang bagi lelaki yang gagah. Anda bisa bayangkan, ketika ada orang yang sangat kuat, mendapatkan lawan yang lemah. Tentu bukan sebuah kehormatan bagi dia untuk meladeninya. Karena itu, lawan bagi suami yang sesunguhnya adalah emosinya. Suami yang mampu menahan emosi, sehingga tidak menyikiti istrinya, itulah lelaki hebat yang sejatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ
“Orang yang hebat bukahlah orang yang sering menang dalam perkelahian. Namun orang hebat adalah orang yang bisa menahan emosi ketika marah.” (HR. Bukhari 6114 dan Muslim 2609).
Seperti itulah yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. A’isyah menceritakan,
مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ، وَلَا امْرَأَةً، وَلَا خَادِمًا، إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللهِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul wanita maupun budak dengan tangan beliau sedikitpun. Padahal beliau berjihad di jalan Allah. (HR. Muslim 2328).
Maksud pernyataan A’isyah, “Padahal beliau berjihad di jalan Allah” untuk membuktikan bahwa sejatinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang pemberani. Beliau pemberani di hadapan musuh, bukan pemberani di hadapan orang lemah. Beliau tidak memukul wanita atau orang lemah di sekitarnya. Karena memukul orang lemah bukan bagian dari sifat ‘pemberani’.
Kedua, Hindari Caci-maki
Siapapun kita, tidak akan bersedia ketika dicaci maki. Karena itulah, syariat hanya membolehkan hal ini dalam satu keadaan, yaitu ketika seseorang didzalimi. Syariat membolehkan orang yang didzalimi itu untuk membalas kedzalimannya dalam bentuk cacian atau makian. Allah berfirman,
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ
Allah tidak menyukai Ucapan buruk (caci maki), (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (An-Nisa: 148)
Setidaknya, ketika dia tidak mampu memberi balasan secara fisik, dia mampu membalas dengan melukai hati orang yang mendzaliminya.
Dalam ikatan rumah tangga, syariat memotivasi kaum muslimin untuk menciptakan suasana harmonis. Sehingga sampaipun terjadi masalah, balasan dalam bentuk caci maki harus dihindarkan. Karena kalimat cacian dan makian akan menancap dalam hati, dan bisa jadi akan sangat membekas. Sehingga akan sangat sulit untuk bisa mengobatinya. Jika semacam ini terjadi, sulit untuk membangun keluarga yang sakinah.
Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan jangan sampai seseorang mencaci pasangannya. Apalagi membawa-bawa nama keluarga atau orang tua, yang umumnya bukan bagian dari masalah.
Beliau bersabda, “jangan kamu menjelekannya
Dalam Syarh Sunan Abu Daud dinyatakan,
لَا تَقُلْ لَهَا قَوْلًا قَبِيحًا وَلَا تَشْتُمْهَا وَلَا قَبَّحَكِ اللَّهُ
“Jangan kamu ucapkan kalimat yang menjelekkan dia, jangan mencacinya, dan jangan doakan keburukan untuknya..” (Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, 6/127).
Perlu kita ingat bahwa cacian dan makian kepada pasangan yang dilontarkan tanpa sebab, termasuk menyakiti orang mukmin atau mukminah yang dikecam dalam Al-Qur’an. Allah berfirman,
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
Orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (QS. Al-Ahzab: 58)
Marah kepada suami atau marah kepada istri, bukan alasan pembenar untuk mencaci orang tuanya. Terlebih ketika mereka sama sekali tidak bersalah. Allah sebut tindakan semacam ini sebagai dosa yang nyata.
Ketiga, Jaga Rahasia Keluarga
Bagian ini penting untuk kita perhatikan. Hal yang perlu disadari bagi orang yang sudah keluarganya, jadikan masalah keluarga sebagai rahasia anda berdua. Karena ketika masalah itu tidak melibatkan banyak pihak, akan lebih mudah untuk diselesaikan. Terkait tujuan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,
وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْت
“jangan kamu boikot istrimu kecuali di rumah”
Ketika suami harus mengambil langkah memboikot istri karena masalah tertentu, jangan sampai boikot ini tersebar keluar sehingga diketahui banyak orang. Sekalipun suami istri sedang panas emosinya, namun ketika di luar, harus menampakkan seolah tidak ada masalah. Kecuali jika anda melaporkan kepada pihak yang berwenang, dalam rangka dilakukan perbaikan.
Siapakah pihak yang berwenang?
Pihak yang posisinya bisa mengendalikan dan memberi solusi atas masalah keluarga. Dalam hal ini bisa KUA, hakim, ustadz yang amanah, atau mertua. Kami sebut mertua, karena dia berwenang untuk mengendalikan putra-putrinya. Dan ini tidak berlaku sebaliknya.
Agar tidak salah paham, berikut keterangan lebih rinci;
Ketika suami melakukan kesalahan, tidak selayaknya sang istri melaporkan kesalahan suami ini kepada orang tua istri. Tapi hendaknya dilaporkan kepada orang yang mampu mengendalikan suami, misalnya tokoh agama yang disegani suami atau orang tua suami. Demikian pula ketika sumber masalah adalah istri. Hendaknya suami tidak melaporkannya kepada orang tuanya, tapi dia laporkan ke mertuanya (ortu istri).
Solusi ini baru diambil ketika masalah itu tidak memungkinkan untuk diselesaikan sendiri antara suami-istri.

Hindari Pemicu Adu Domba

Bagian ini perlu kita hati-hati. Ketika seorang istri memiliki masalah dengan suaminya, kemudian dia ceritakan kepada orang tua istri, muncullah rasa kasihan dari orang tuanya. Namun tidak sampai di sini, orang tua istri dan suami akhirnya menjadi bermusuhan. Orang tua istri merasa harga dirinya dilecehkan karena putrinya didzalimi anak orang lain, sementara suami menganggap mertuanya terlalu ikut campur urusan keluarganya. Bukannya solusi yang dia dapatkan, namun masalah baru yang justru lebih parah dibandingkan sebelumnya.
Selanjutnya, jadilah keluarga yang bijak, yang terbuka dengan pasangannya, karena ini akan memperkecil timbulnya dugaan buruk (suudzan) antar-sesama. Jika anda tidak memungkinkan menyampaikan secara langsung, sampaikan dalam bentuk email, atau sms. Lebih rincinya, anda bisa pelajari artikel : Mengatasi Keretakan Hubungan Suami Istri
Semoga bermanfaat..,
Allahu a’lam

Definisi, Hukum dan Jenis-jenis Riba

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ

Alhamdulillah masih diberikan kesempatan untuk menulis artikel oleh Allah Swt.
oke, pada kesempatan kali ini saya akan sedikit sharing mengenai riba, apa itu riba dan jenis-jenisnya.


Definisi Riba

Secara literal, riba bermakna tambahan (al-ziyadah)[1]. Sedangkan menurut istilah; Imam Ibnu al-‘Arabiy mendefinisikan riba dengan; semua tambahan yang tidak disertai dengan adanya pertukaran kompensasi.[2] Imam Suyuthiy dalam Tafsir Jalalain menyatakan, riba adalah tambahan yang dikenakan di dalam mu’amalah, uang, maupun makanan, baik dalam kadar maupun waktunya[3]. Di dalam kitab al-Mabsuuth, Imam Sarkhasiy menyatakan bahwa riba adalah al-fadllu al-khaaliy ‘an al-‘iwadl al-masyruuth fi al-bai’ (kelebihan atau tambahan yang tidak disertai kompensasi yang disyaratkan di dalam jual beli). Di dalam jual beli yang halal terjadi pertukaran antara harta dengan harta. Sedangkan jika di dalam jual beli terdapat tambahan (kelebihan) yang tidak disertai kompensasi, maka hal itu bertentangan dengan perkara yang menjadi konsekuensi sebuah jual beli, dan hal semacam itu haram menurut syariat.[4] Dalam Kitab al-Jauharah al-Naiyyirah, disebutkan; menurut syariat, riba adalah aqad bathil dengan sifat tertentu, sama saja apakah di dalamnya ada tambahan maupun tidak. Perhatikanlah, anda memahami bahwa jual beli dirham dengan dirham yang pembayarannya ditunda adalah riba; dan di dalamnya tidak ada tambahan[5].

Di dalam Kitab Nihayat al-Muhtaaj ila Syarh al-Minhaaj, disebutkan; menurut syariat, riba adalah ‘aqd ‘ala ‘iwadl makhshuush ghairu ma’luum al-tamaatsul fi mi’yaar al-syar’ haalat al-‘aqd au ma ta`khiir fi al-badalain au ahadihimaa” (aqad atas sebuah kompensasi tertentu yang tidak diketahui kesesuaiannya dalam timbangan syariat, baik ketika aqad itu berlangsung maupun ketika ada penundaan salah satu barang yang ditukarkan)[6].

Dalam Kitab Hasyiyyah al-Bajairamiy ‘ala al-Khathiib disebutkan; menurut syariat, riba adalah ‘aqd ‘ala ‘iwadl makhshuush ghairu ma’luum al-tamaatsul fi mi’yaar al-syar’ haalat al-‘aqd au ma ta`khiir fi al-badalain au ahadihimaa” (aqad atas sebuah kompensasi tertentu yang tidak diketahui kesesuaiannya dalam timbangan syariat, baik ketika aqad itu berlangsung maupun ketika ada penundaan salah satu barang yang ditukarkan, maupun keduanya)”. Riba dibagi menjadi tiga macam; riba fadlal, riba yadd, riba nasaa`[7]. Pengertian riba semacam ini juga disebutkan di dalam Kitab Mughniy al-Muhtaaj ila Ma’rifat al-Faadz al-Minhaaj.[8]

Hukum Riba

Seluruh ‘ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja.

Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman;
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [QS Al Baqarah (2): 275].
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [TQS Al Baqarah (2): 279].
“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)

Di dalam Kitab al-Mughniy, Ibnu Qudamah mengatakan, “Riba diharamkan berdasarkan Kitab, Sunnah, dan Ijma’. Adapun Kitab, pengharamannya didasarkan pada firman Allah swt,”Wa harrama al-riba” (dan Allah swt telah mengharamkan riba) (Al-Baqarah:275) dan ayat-ayat berikutnya. Sedangkan Sunnah; telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda, “Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang membinasakan”. Para shahabat bertanya, “Apa itu, Ya Rasulullah?”. Rasulullah saw menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh wanita-wanita Mukmin yang baik-baik berbuat zina”. Juga didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]…Dan umat Islam telah berkonsensus mengenai keharaman riba.”[9]

Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab al-Muhadzdzab menyatakan; riba merupakan perkara yang diharamkan. Keharamannya didasarkan pada firman Allah swt, “Wa ahall al-Allahu al-bai` wa harrama al-riba” (Allah swt telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba)[Al-Baqarah:275], dan juga firmanNya, “al-ladziina ya`kuluuna al-riba laa yaquumuuna illa yaquumu al-ladziy yatakhabbathuhu al-syaithaan min al-mass” (orang yang memakan riba tidak bisa berdiri, kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan setan)”. [al-Baqarah:275]…..Ibnu Mas’ud meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”. [HR. Imam Bukhari dan Muslim][10]

Imam al-Shan’aniy di dalam Kitab Subul al-Salaam mengatakan; seluruh umat telah bersepakat atas haramnya riba secara global[11].

Di dalam Kitab I’aanat al-Thaalibiin disebutkan; riba termasuk dosa besar, bahkan termasuk sebesar-besarnya dosa besar (min akbar al-kabaair). Pasalnya, Rasulullah saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya. Selain itu, Allah swt dan RasulNya telah memaklumkan perang terhadap pelaku riba. Di dalam Kitab al-Nihayah dituturkan bahwasanya dosa riba itu lebih besar dibandingkan dosa zina, mencuri, dan minum khamer.[12] Imam Syarbiniy di dalam Kitab al-Iqna’ juga menyatakan hal yang sama[13].Mohammad bin Ali bin Mohammad al-Syaukaniy menyatakan; kaum Muslim sepakat bahwa riba termasuk dosa besar.[14]

Imam Nawawiy di dalam Syarh Shahih Muslim juga menyatakan bahwa kaum Muslim telah sepakat mengenai keharaman riba jahiliyyah secara global[15]. Mohammad Ali al-Saayis di dalam Tafsiir Ayaat Ahkaam menyatakan, telah terjadi kesepakatan atas keharaman riba di dalam dua jenis ini (riba nasii’ah dan riba fadlal). Keharaman riba jenis pertama ditetapkan berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba jenis kedua ditetapkan berdasarkan hadits shahih[16]. Abu Ishaq di dalam Kitab al-Mubadda’ menyatakan; keharaman riba telah menjadi konsensus, berdasarkan al-Quran dan Sunnah[17].
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ


Di dalam Sunnah, Nabiyullah Mohammad saw
دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).
الرِبَا ثَلاثَةٌَ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ
“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (HR Ibn Majah).
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ

Jenis-jenis Riba 

Ada banyak pendapat mengenai jenis-jenis riba namun, secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa riba terbagi menjadi 2, yaitu ;
  1. Riba Qardh, adalah riba yang terjadi pada transaksi simpan pinjam, riba qardh sering juga disebut riba jahilliyah.
  2. Riba Buyu', adalah riba yang terjadi pada transaksi jual beli barang ribawi, kemudian riba buyu' terbagi lagi menjadi 2 macam, yaitu ;
  1. Riba nasi'ah, adalah riba yang terjadi akibat jual beli barang ribawi yang sejenis maupun berbeda jenis secara cicilan.Adapun dalil pelarangannya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim;
    الرِّبَا فِيْ النَّسِيْئَةِ
    ” Riba itu dalam nasi’ah”.[HR Muslim dari Ibnu Abbas]

    Ibnu Abbas berkata: Usamah bin Zaid telah menyampaikan kepadaku bahwa Rasulullah saw bersabda:
    آلاَ إِنَّمَا الرِّبَا فِيْ النَّسِيْئَةِ
    “Ingatlah, sesungguhnya riba itu dalam nasi’ah”. (HR Muslim).
  2. Riba Fadhl, adalah riba yang terjadi akibat menukarkan 2 barang ribawi yang sejenis namun ukuran atau takarannya berbeda,
    • contoh : menukar emas 24 karat seberat 25 gram dengan emas 24 karat seberat 23 gram.
    • Dalil pelarangannya adalah hadits yang dituturkan oleh Imam Muslim.
      الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
      Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, semisal, setara, dan kontan. Apabila jenisnya berbeda, juallah sesuka hatimu jika dilakukan dengan kontan”.HR Muslim dari Ubadah bin Shamit ra).
      الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ فَمَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَهُوَ رِبًا
      “Emas dengan emas, setimbang dan semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal; barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah).
      عن فضالة قال: اشتريت يوم خيبر قلادة باثني عشر دينارًا فيها ذهب وخرز، ففصّلتها فوجدت فيها أكثر من اثني عشر ديناراً، فذكرت ذلك للنبي صلّى الله عليه وسلّم فقال: ”لا تباع حتى تفصل“
      “Dari Fudhalah berkata: Saya membeli kalung pada perang Khaibar seharga dua belas dinar. Di dalamnya ada emas dan merjan. Setelah aku pisahkan (antara emas dan merjan), aku mendapatinya lebih dari dua belas dinar. Hal itu saya sampaikan kepada Nabi saw. Beliau pun bersabda, “Jangan dijual hingga dipisahkan (antara emas dengan lainnya)”. (HR Muslim dari Fudhalah)
      Dari Said bin Musayyab bahwa Abu Hurairah dan Abu Said:
      أن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم بعث أخا بني عدي الأنصاري فاستعمله على خيبر، فقدم بتمر جنيب [نوع من التمر من أعلاه وأجوده] فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: ”أكلّ تمر خيبر هكذا“؟ قال: لا والله يا رسول الله، إنا لنشتري الصاع بالصاعين من الجمع [نوع من التمر الرديء وقد فسر بأنه الخليط من التمر]، فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: ”لا تفعلوا ولكن مثلاً بمثل أو بيعوا هذا واشتروا بثمنه من هذا، وكذلك الميزان“
      “Sesungguhnya Rasulullah saw mengutus saudara Bani Adi al-Anshari untuk dipekerjakan di Khaibar. Kamudia dia datang dengan membawa kurma Janib (salah satu jenis kurma yang berkualitas tinggi dan bagus). Rasulullah saw bersabda, “Apakah semua kurma Khaibar seperti itu?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah . Sesunguhnya kami membeli satu sha’ dengan dua sha’ dari al-jam’ (salah satu jenis kurma yang jelek, ditafsirkan juga campuran kurma). Rasulullah saw bersabda, “Jangan kamu lakukan itu, tapi (tukarlah) yang setara atau juallah kurma (yang jelek itu) dan belilah (kurma yang bagus) dengan uang hasil penjualan itu. Demikianlah timbangan itu”. (HR Muslim).
       


[1] Imam Thabariy, Tafsir al-Thabariy, juz 6, hal. 7; Ibnu al-‘Arabiy, Ahkaam al-Quraan, juz 1, hal. 320; Mohammad Ali As-Saayis, Tafsiir Ayaat al-Ahkaam, juz 1, hal. 16; Subulus Salam, juz 3, 16; al-Mabsuuth, juz 14, hal. 461; Abu Ishaq, Al-Mubadda’, juz 4, hal. 127; al-‘Inayah Syarh al-Hidayah, juz 9, hal. 291; al-Jauharah al-Nayyiirah, juz 2, hal. 298; Mughniy al-Muhtaaj ila Syarh al-Faadz al-Minhaaj, juz 6, hal. 309; Kitab Hasyiyyah al-Bajiiramiy ‘ala al-Khathiib, juz 7, hal.328; Syarh Muntahiy al-Idaraat, juz 5, hal. 10; Imam al-Jashshash, Ahkaam al-Quran, juz 2, hal. 183; Imam al-Jurjaniy, al-Ta’riifaat, juz 1, hal. 146; Imam al-Manawiy, al-Ta’aariif, juz 1, hal. 354; Abu Ishaq, Al-Mubadda’, juz 4, hal. 127; al-Bahutiy, al-Raudl al-Murbi’, juz 2, hal. 106; Kasyaaf al-Qanaa’, juz 3, hal. 251; Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughniy, juz 4, hal. 25; Imam Al-Dimyathiy, I’anat al-Thaalibiin, juz 3, hal. 16; Imam Syaukaniy, Nail al-Authar, juz 5, 273;  
[2] Imam Ibnu al-‘Arabiy, Ahkaam al-Quran, juz 1, hal. 321 
[3] Imam Suyuthiy, Tafsir Jalalain, surat al-Baqarah:275 
[4] al-Mabsuuth, juz 14, hal. 461; Fath al-Qadiir,juz 15, hal. 289 
[5] Kitab al-Jauharah al-Naiyyirah, juz 2, hal. 298 
[6] Kitab Nihayat al-Muhtaaj ila Syarh al-Minhaaj, juz 11, hal. 309; lihat juga Asniy al-Mathaalib, juz 7, hal. 471. 
[7] Kitab Hasyiyyah al-Bajiiramiy ‘ala al-Khathiib, juz 7, hal.328 
[8] Mughniy al-Muhtaaj ila Syarh al-Faadz al-Minhaaj, juz 6, hal. 309
[9] Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughniy, juz 4, hal. 25
[10] Imam al-Syiraaziy, al-Muhadzdzab, juz 1, hal. 270
[11] Imam al-Shan’aaniy, Subul al-Salaam, juz 3, hal. 36
[12] Imam Al-Dimyathiy, I’anat al-Thaalibiin, juz 3, hal. 16
[13] Imam Syarbiniy, Kitab al-Iqna’, juz 2, hal. 633.
[14] Imam Syaukaniy, Sail al-Jiraar, juz 3, hal. 74
[15] Imam Nawawiy, Syarh Shahih Muslim, juz 11, hal. 9
[16] Mohammad Ali al-Saayis, Tafsiir Ayat al-Ahkaam, juz 1, hal. 162
[17] Abu Ishaq, al-Mubadda’, juz 4, hal. 127
[18] http://hizbut-tahrir.or.id
Jika ada yang sobat blogger ingin diskusikan silahkan komen saja di bawah, mari saling berbagi ilmu, semoga bermanfaat ^^

Daftar Nama para Khalifah dari Masa ke Masa

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ

Setelah wafatnya Rasulullah Shalallahu'alaihi wassalam, khalifah pertama Islam dipegang oleh Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq R.a. yang dimana masa 4 khalifah pertama dikenal dengan Khulafaur Rasyidin kemudin disusul kekhalifahan Islam dinasti Bani Umayyah, Bani Abbasiyah dan Bani Ustmaniyyah. Berikut daftar nama para Khalifah Islam dari masa ke masa beserta tahun pemerintahannya :

1. Khulafa’ur Rasyidin

Khilafah Rasyidah berdiri tepat di hari wafatnya
Rasululllah SAW. Terdiri dari 4 orang atau 5 orang shahabat nabi yang menjadi khalifah secara bergantian. Mereka adalah:
1)    Abu Bakar ash-Shiddiq ra {tahun11-13 H/632-634 M}
2)    ‘Umar bin Khaththab ra {tahun13-23 H/634-644 M}
3)    ‘Utsman bin ‘Affan ra {tahun 23-35 H/644-656 M}
4)    ‘Ali bin Abi Thalib ra {tahun35-40 H/656-661 M}
5)    Al-Hasan bin ‘Ali ra {tahun 40 H/661 M}


2. Khilafah Bani Umayyah

Khilafah ini berpusat di Syiria, tepatnya di kota Damaskus. Berdiri untuk masa waktu sekitar 90 tahun atau tepatnya 89 tahun, setelah era khulafa ar-rasyidin selesai. Khalifah pertama adalah Mu’awiyyah. Sedangkan khalifah terakhir adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Hakam. Adapun masa kekuasaan mereka sebagai berikut:
1)    Mu’awiyyah bin Abi Sufyan {tahun 40-64 H/661-680 M}
2)    Yazid bin Mu’awiyah {tahun 61-64 H/680-683 M}
3)    Mu’awiyah bin Yazid {tahun 64-65 H/683-684 M}
4)    Marwan bin Hakam {tahun 65-66 H/684-685 M}
5)    Abdul Malik bin Marwan {tahun 66-86 H/685-705 M}
6)    Walid bin ‘Abdul Malik {tahun 86-97 H/705-715 M}
7)    Sulaiman bin ‘Abdul Malik {tahun 97-99 H/715-717 M}
8)    ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz {tahun 99-102 H/717-720 M}
9)    Yazid bin ‘Abdul Malik {tahun 102-106 H/720-724M}
10)    Hisyam bin Abdul Malik {tahun 106-126 H/724-743 M}
11)    Walid bin Yazid {tahun 126 H/744 M}
12)    Yazid bin Walid {tahun 127 H/744 M}
13)    Ibrahim bin Walid {tahun 127 H/744 M}
14)    Marwan bin Muhammad {tahun 127-133 H/744-750 M}

Sebenarnya khilafah Bani Ummayah ini punya perpanjangan silsilah, sebab satu dari keturunan mereka ada yang menyeberang ke semenanjung Iberia dan masuk ke Spanyol. Di Spanyol mereka kemudian mendirikan khilafah tersendiri yang terlepas dari khilafah besar Bani Abbasiyah.

3. Khilafah Bani Abbasiyah

Kemudian kekhilafahan beralih ke tangan Bani ‘Abasiyah yang berpusat di Baghdad. Total masa berlaku khilafah ini sekitar 446 tahun. Khalifah pertama adalah Abu al-’Abbas al-Safaah. Sedangkan khalifah terakhirnya Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah.
Secara rinci masa kekuasaan mereka sebagai berikut:
1)    Abul ‘Abbas al-Safaah {tahun 133-137 H/750-754 M}
2)    Abu Ja’far al-Manshur {tahun 137-159 H/754-775 M}
3)    Al-Mahdi {tahun 159-169 H/775-785 M}
4)    Al-Hadi {tahun 169-170 H/785-786 M}
5)    Harun al-Rasyid {tahun 170-194H/786-809 M}
6)    Al-Amiin {tahun 194-198 H/809-813 M}
7)    Al-Ma’mun {tahun 198-217 H/813-833 M}
8)    Al-Mu’tashim Billah {tahun 618-228 H/833-842M}
9)    Al-Watsiq Billah {tahun 228-232 H/842-847 M}
10)    Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah {tahun 232-247 H/847-861 M}
11)    Al-Muntashir Billah {tahun 247-248 H/861-862 M}
12)    Al-Musta’in Billah {tahun 248-252 H/862-866 M}
13)    Al-Mu’taz Billah {tahun 252-256 H/866-869 M}
14)    Al-Muhtadi Billah {tahun 256-257 H/869-870 M}
15)    Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah {tahun 257-279 H/870-892 M}
16)    Al-Mu’tadla Billah {tahun 279-290 H/892-902 M}
17)    Al-Muktafi Billah {tahun 290-296 H/902-908 M}
18)    Al-Muqtadir Billah {tahun 296-320 H/908-932 M}
19)    Al-Qahir Billah {tahun 320-323 H/932-934 M}
20)    Al-Radli Billah {tahun 323-329 H/934-940 M}
21)    Al-Muttaqi Lillah {tahun 329-333 H/940-944 M}
22)    Al-Musaktafi al-Allah {tahun 333-335 H/944-946 M}
23)    Al-Muthi’ Lillah {tahun 335-364 H/946-974 M}
24)    Al-Tha`i’ Lillah {tahun 364-381 H/974-991 M}
25)    Al-Qadir Billah {tahun 381-423 H/991-1031 M}
26)    Al-Qa`im Bi Amrillah {tahun 423-468 H/1031-1075 M}
27)    Al-Mu’tadi Bi Amrillah {tahun 468-487 H/1075-1094 M}
28)    Al-Mustadhhir Billah {tahun 487-512 H/1094-1118 M}
29)    Al-Mustarsyid Billah {tahun 512-530 H/1118-1135 M}
30)    Al-Rasyid Billah {tahun 530-531 H/1135-1136 M}
31)    Al-Muqtafi Liamrillah {tahun 531-555 H/1136-1160 M}
32)    Al-Mustanjid Billah {tahun 555-566 H/1160-1170 M}
33)    Al-Mustadli`u iamrillah {tahun 566-576 H/1170-1180 M}
34)    Al-Naashir Lidinillah {tahun 576-622 H/1180-1225 M}
35)    Al-Dhahir Biamrillah {tahun 622-623 H/1225-1226 M}
36)    Al-Mustanshir Billah {tahun 623-640 H/1226-1242 M}
37)    Al-Musta’shim Billah {tahun 640-656 H/1242-1258 M}
38)    Al-Mustanshir Billah II {tahun 660-661 H/1261-1262 M}
39)    Al-Haakim Biamrillah I {tahun 661-701 H/1262-1302 M}
40)    Al-Mustakfi Billah I {tahun 701-732 H/1302-1334 M}
41)    Al-Watsiq Billah I {tahun 732-742 H/1334-1343 M}
42)    Al-Haakim Biamrillah II {tahun 742-753 H/1343-1354 M}
43)    Al-Mu’tadlid Billah I
44)    Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah I
45)    Al-Watsir Billah II {tahun 785-788 H/1386-1389 M}
46)    Al-Musta’shim {tahun 788-791 H/1389-1392 M}
47)    Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah II
48)    Al-Musta’in Billah {tahun 808-815 H/1409-1416 M}
49)    Al-Mu’tadlid Billah II {tahun 815-845 H/1416- 1446 M}
50)    Al-Mustakfi Billah II {tahun 845-854 H/1446-1455 M}
51)    Al-Qa`im Biamrillah {tahun 754-859 H/1455-1460 M}
52)    Al-Mustanjid Billah {tahun 859-884 H/1460-1485 M}
53)    Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah III
54)    Al-Mutamasik Billah {tahun 893-914 H/1494-1515 M}
55)    Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah IV

Khilafah Bani Abbasiyah dihancurkan oleh pasukan Tartar , sehingga umat Islam sempat hidup selama 3,5 tahun tanpa adanya khalifah. Namun kurun waktnya hanya terpaut 3 tahun setengah saja dan segera berdiri khilafah Utsmaniyah.

4. Khilafah Bani Utsmaniyyah

Khilafah Bani Utsmaniyyah tercatat memiliki 30 orang khalifah, yang berlangsung mulai dari abad 10 Hijriyah atau abad ke enam belas Masehi. Nama-nama mereka sebagai berikut:
1)    Salim I {tahun 918-926 H/1517-1520 M}
2)    Sulaiman al-Qanuni {tahun 926-974 H/1520-1566 M}
3)    Salim II {tahun 974-982 H/1566-1574 M}
4)    Murad III {tahun 982-1003 H/1574-1595 M}
5)    Muhammad III {tahun 1003-1012 H/1595-1603 M}
6)    Ahmad I {tahun 1012-1026 H/1603-1617 M}
7)    Mushthafa I {tahun 1026-1027 H/1617-1618 M}
8)    ‘Utsman II {tahun 1027-1031 H/1618-1622 M}
9)    Mushthafa I {tahun 1031-1032 H/1622-1623 M}
10)    Murad IV {tahun 1032-1049 H/1623-1640 M}
11)    Ibrahim I {tahun 1049-1058 H/1640-1648 M}
12)    Muhammad IV {tahun 1058-1099 H/1648-1687 M}
13)    Sulaiman II {tahun 1099-1102 H/1687-1691 M}
14)    Ahmad II {tahun 1102-1106 H/1691-1695 M}
15)    Mushthafa II {tahun 1106-1115 H/1695-1703 M}
16)    Ahmad III {tahun 1115-1143 H/1703-1730 M}
17)    Mahmud I {tahun 1143-1168 H/1730-1754 M}
18)    ‘Utsman III {tahun 1168-1171 H/1754-1757 M}
19)    Musthafa III {tahun 1171-1187 H/1757-1774 M}
20)    ‘Abdul Hamid I {tahun 1187-1203 H/1774-1789 M}
21)    Salim III {tahun 1203-1222 H/1789-1807 M}
22)    Musthafa IV {tahun 1222-1223 H/1807-1808 M}
23)    Mahmud II {tahun 1223-1255 H/1808-1839 M}
24)    ‘Abdul Majid I {tahun 1255 H-1277 H/1839-1861 M}
25)    ‘Abdul ‘Aziz I {tahun 1277-1293 H/1861-1876 M}
26)    Murad V {tahun 1293-1293 H/1876-1876 M}
27)    ‘Abdul Hamid II {tahun 1293-1328 H/1876-1909 M}
28)    Muhammad Risyad V {tahun 1328-1338 H/1909-1918 M}
29)    Muhammad Wahiddin {th. 1338-1340 H/1918-1922 M}
30)    ‘Abdul Majid II {tahun 1340-1342 H/1922-1924 M}.

sumber 1
sumber 2

Followers

 
Copyright © 2013. SHARING IS CARING - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger